“Berapa lama kau akan terus terbaring disini?”
Suaranya samar, aku tidak terlalu mendengarnya jelas.
Aku menutup mataku lagi seperti tidak sedang mendengar apapun. Sebentar sekali
rasanya mataku terpejam, aku butuh sedikit lagi.
“jam berapa ini?”. Tanganku meraba seluruh area tempat
tidur cepat, mencari ponselku.
“sebelas, kesiangan lagi rupanya”. Ia menjawab
pertanyaanku singkat.
Aku menyimpan kembali ponselku dari hadapan wajahku
menuju meja kecil disamping tempatku berbaring. Aku melangkah turun dari
ranjang, kulihat wajahnya dari cermin tidak bersemangat. “bersemangatlah”
ujarku. Dia tertunduk sambil menggeleng pelan.
Aku menatap kosong ke arah meja belajar.
“berapa banyak hal lagi yang harus kau kerjakan hari
ini? Bergegaslah kau tidak pernah mempunyai cukup waktu hanya untuk menatapnya
saja”. Serunya, aku menatap wajahnya lalu menarik nafas panjang, berulangkali.
“berapa banyak hal yang harus aku kerjakan hari ini?”.
Tanyaku sambil mendekati meja belajar dan mulai duduk diatas kursi didepannya.
Aku menyalakan komputerku, sesekali melakukan perenggangan tangan keatas.
Tetikus ditanganku bergeser bersamaan, aku masih lemas, aku melihat bayangannya
dari layar komputerku juga sama lemasnya.
“apa yang dimasak dibawah?” ia bertanya pelan. Aku
memegang perutku yang kelaparan. “sebentar saja, pikirkan apa yang lebih
penting sekarang!” serunya. Dahiku dibuatnya mengkerut. Tapi aku lapar.
TING
“ dari siapa? ” ia bertanya singkat, penuh rasa
penasaran. Aku meraih ponselku ditempat tidur.
“ orang itu lagi”. Jawabku juga singkat.
“ perlu dibalas? ”. ia bertanya lagi. Aku menatap
ponselku lama. Sedetik kemudian ponselku kembali melayang dan jatuh ke atas
tempat tidur. Itu jawabanku.
“ aku pikir tidak ada yang akan terganggu dengan
kebiasaan barumu, entahlah”. Suaranya pelan seperti putus asa.
“ orang-orang akan terus pergi, karna aku bertingkah
seperti saranmu! ”. tukasku sedikit marah. Ia juga terlihat marah dari
wajahnya.
Aku terdiam lama. Aku berhenti menatap layar komputer
sekitar semenit penuh.
“ minta maaflah” ia menyarankan dengan suara pelan.
“ memangnya aku salah apa?” tandasku cepat.
“ kau hanya
ingin melakukan hal yang sudah lama kau inginkan, tidak masalah. Sama sekali
bukan masalah”.ucapnya. Aku lihat dia mulai menyeka air matanya yang mulai
basah. “ kau memang butuh sedikit istirahat. Aku sudah menyimpan terlalu banyak
ceritamu sejak hari itu”.
“ aku menyuruhmu untuk tidak mengingatnya kan?”.
Ujarku.
“ kalau saja bisa, aku juga tidak ingin”. Balasnya,
dia masih menangis.
Aku menatap wajahnya dari pantulan komputerku. Dia
menyeka seluruh basah diwajahnya. Ia tersenyum kecil.
“ bersemangatlah sekali lagi”. Ucapnya diantara
senyumnya.
“ sekali lagi”. Aku membalas pelan.
“ maaf, aku tidak bisa berbuat banyak selain
menyemangatimu setiap hari. Juga untuk janjiku yang membuatmu tidak lagi
menangis, aku gagal. Dasar cengeng”. Dia menatapku dari pantulan wajahnya di
kaca cermin kecil diatas meja belajarku. Ia tersenyum lebar sama sepertiku.
Comments
Post a Comment