Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2024

Gebrakan Tersirat dari Meme

  Sudah berapa kali kamu melihat dan tertawa pada meme internet hari ini untuk menghibur diri sendiri? Ketika berselancar di dunia maya atau sekadar scrolling beranda sosial media, pasti tidak sedikit unggahan meme internet membuatmu tertawa geli kar e na sajian humor yang dimuatnya. Seperti itulah kurang lebih bahasa komunikasi di era kesejagatan ini, meme internet turut serta membentuk budaya baru. Seperti virus, meme adalah sesuatu yang menyebar dari satu orang ke orang lainnya. Definisi ini merujuk pada neologisme yang digunakan Richard Dawkins dalam bukunya The Selfish Gene untuk menyebut hal yang menyebar dalam sebuah budaya , baik itu gaya hidup, ide, perilaku, hingga suasana hati. Jika dikaitkan, semua unggahan meme itu kemudian adalah hal yang saling disebarkan antara orang ke orang lainnya melalui internet. Dalam proses saling menyebarluaskan ini, meme internet tentu memuat sebuah isu yang sebaik mungkin dikemas dalam bentuk humor yang menggelitik. Hal tersebutlah ...

Aku

  “Berapa lama kau akan terus terbaring disini?” Suaranya samar, aku tidak terlalu mendengarnya jelas. Aku menutup mataku lagi seperti tidak sedang mendengar apapun. Sebentar sekali rasanya mataku terpejam, aku butuh sedikit lagi. “jam berapa ini?”. Tanganku meraba seluruh area tempat tidur cepat, mencari ponselku. “sebelas, kesiangan lagi rupanya”. Ia menjawab pertanyaanku singkat. Aku menyimpan kembali ponselku dari hadapan wajahku menuju meja kecil disamping tempatku berbaring. Aku melangkah turun dari ranjang, kulihat wajahnya dari cermin tidak bersemangat. “bersemangatlah” ujarku. Dia tertunduk sambil menggeleng pelan. Aku menatap kosong ke arah meja belajar. “berapa banyak hal lagi yang harus kau kerjakan hari ini? Bergegaslah kau tidak pernah mempunyai cukup waktu hanya untuk menatapnya saja”. Serunya, aku menatap wajahnya lalu menarik nafas panjang, berulangkali. “berapa banyak hal yang harus aku kerjakan hari ini?”. Tanyaku sambil mendekati meja belajar dan m...

Jauh dari rumah

 berkelana jauh lalu berlabuh namun apakah ada yang kuasa menjadi sandaran disaat letih tak berkesudahan merontah ingin memangsa disaat tak ada lagi mimpi sanggup diburu disaat rindu tak mungkin lagi mau melanglang jauh aku punya sesuatu yang selalu menuntunku kembali entah ditanah mana kaki berpijak entah dibawah langit mana kepalaku terlihat dimana aku tak perlu bersusah payah membunuh pikiranku tentang betapa payah aku ditempat yang bukan rumahku ragaku yang rapuh mustahil terlihat olehmu berdiri dengan jiwa yang tak setuju aku sadar dengan berkelana jauh dari rumah adalah hal terbodoh yang pernah aku setujui

Pertanyaan dan Jawaban

 sudut bibirmu membingungkan ujung matamu menatap gerak-gerik jemarimu membentuk tanda-tanda tak terbaca kaki kakimu merangkak meninggalkan lalu pantaskan hati ini merindukan? sementara tak satupun pertanyaan terjawab sementara hati tak henti mempertanyakan aku memilih diam dan berlari sebelum lebih besar hati yang harus mati sekali lagi percakapan malam itu meragukan dan sesimpul senyum ini wajib ku pertanyakan perasaan ini juga mulai mencari tanda haruskah dia tinggal atau tetap berkelana menatap langit-langit ruangan menjelajahi sudut demi sudut memperhatikan detik dan menit berkejaran merebahkan lelah diatas yang tidak bernyawa mempertanyakan yang enggan dijawab menghirup beban yang tak berkesudahan membenamkan luka dihati yang percuma itu yang kau sebut sia-sia

bagaimana itu bekerja

bila menunggu harus memakan waktu biarkan memoriku menyelinap diantara detik dan menit yang lengah jika dia harus terperangkap disana, jujur saja aku rela jika tidak ada yang bisa menemanimu akan kusampaikan setiap andai-andaiku karna hanya sebuah pengandaian dikepalaku yang berhasil secara palsu menemaniku terkurung diruangan yang tak seberapa luasnya waktu berjalan melambat didalamnya mungkin aku terlalu larut dalam arusnya lalu tenggelam begitu saja ruangan ini menyenangkan lalu perlahan berubah menyedihkan kini pintu-pintu terkunci rapat bisik dinding-dinding menyadarkan lalu langit-langit menyakinkan bahwa rindu berkerja seperti itu

Puisiku

 apa kau pernah mencari dirimu? ditempat bisu, tetapi menceritakanmu ditempat buta, tetapi mengangumi parasmu ditempat tuli, tetapi paham cerita hidupmu apa kau pernah mencari dirimu? disetiap goresan tinta di bait-bait puisiku disetiap makna kata-kata didalam kepalaku disetiap kata kau adalah sosokmu apakah kau pernah mencari diriku yang perlahan melemah disetiap titik dalam puisiku berusaha berhenti atas sesuatu yang menjadi kegemaranku menceritakanmu pada sunyinya malam dan membuatmu abadi pada kertas putih mari berjumpa dalam puisiku agar puisi ini berhenti mempertanyakanmu agar puisi ini mulai menjawab kita lalu takkan ada lagi puisi-puisi seperti ini entah memang akan berakhir pada kata kita atau aku akan berlari dan bersembunyi pada puisi orang lain

butawarna

sembunyikan aku dibalik senja, hingga tak ada yang sadar kini senja mulai terbenam temani aku wahai malam, hingga tak ada yang sadar bahwa aku sendirian sambut aku sang fajar, hingga tak ada yang sadar bahwa aku pernah menghilang dan nyaman dalam kegelapan. lantas percayakah dirimu? aku perindah isi semesta ini untuknya ku satukan pelangi diatas kepalanya namun selama ini aku percuma dia butawarna.

Pengkhianatan Malam

serbu kepalaku yang kelelahan berpeluk tubuh diantara detik-detik yang kosong kehadiranmu menyekang mata seketika ini semua menjadi percuma penggungmu menghilang di persimpangan jalan membuatku berlutut, bertekuk tangan pasrah bila bersuluh bulan pasrah bila waktu mengarah pada tahtanya wahai malam yang berkhianat bukankah dusta yang kau perbuat? janjimu tentang malam yang tenang kini kau hadirkan yang kian mencekam ucapannya adalah ketakutan dalam telingaku wajahnya adalah mimpi buruk saat tidurku sementara rasa yang berhasil kau undang ini adalah neraka bagi hati yang berusaha melupa

Sebuah Buku

aku adalah sebuah buku yang tertutup jika terbuka pun aku akan sulit untuk dibaca kau tahu tempatku dimana, tak berbeda hidup didalam rak bersama buku lainnya mungkin buku yang lain akan lebih, lebih menarik lebih mudah kau pahami, tapi entah apa yang dipikirkan oleh seseorang memutuskan memilihku, lalu membawaku pulang. mungkin cerita dalam buku ini akan berakhir bahagia, katanya. 

Tidak ada Rumah

Hidup diatas perkataan orang lain yang muncul untuk sekiranya membuatnya sedikit bahagia adalah salah, apabila kau harus rela melepas dirimu demi kepalsuan yang demikian orang-orang lain inginkan. Kita tidak hidup dalam satu denyut nadi yang seirama, Hingga sekeras apapun usahaku bercerita tentang kemana kaki-kaki ini pernah dan akan berjelajah kau akan tetap berkata bahwa kita akan pulang pada satu atap rumah yang sama. Situasi yang hadir sama sekali tidak pernah mendefinisikan rumah dikepalaku, Entah kepalaku yang sudah rusak atau makna itu yang rusak? mungkin bisa kita perbaiki bersama Saya tidak lahir dan tumbuh besar untuk memenuhi segala omongan orang. Namun saya lahir dan tumbuh besar berkat omongan orang entah sifatnya baik dan membangun atau mungkin saja sudah bersekongkol pada setan mana hingga niatnya menghancurkan. Pada satu malam kata-kata ini tertulis pada layar ponselku, mungkin aku sudah gelisah. digeneralisasikan pada seluruh aspek yang lahirnya berbeda. itu saja.